Pernah nggak kamu diam di satu titik. Tidak bisa melangkah kemana pun?
Pernah?
Setidaknya, itu perasaan yang sedang aku rasakan sekarang.
Statis. Tidak menerima perubahan apapun. Menjengkelkan ya? Ketika meneropong ke jendela lain, bahwa mereka sudah melanglang buana dengan pengalaman-pengalaman serunya, sedangkan diri ini saja terasa seperti dibelenggu perasaan dan pikiran sendiri.
Aku benci banget dengan pertanyaan-pertanyaan yang suka muncul sendiri di otak, "emang abis ini mau ngapain? Mau kemana lagi?"
Sebentar terpacu, sebentar marah, sebentar lelah, sebentar maju, sebentar lagi ragu-ragu, lalu mundur. Pelan-pelan mundur, dan merasa kecil. Tidak ada apa-apa nya ya, semua yang sudah aku kerjakan ini. Emang usaha ku ini udah sebesar apasih sampai-sampai harus kecewa sama diri sendiri yang berkali-kali kecewa dengan ekspektasi? Padahal loh ya, padahal, sudah sering kali mensugestikan diri untuk tidak lagi-lagi menaruh ekspektasi yang berakhir delusi tidak masuk akal dan membodohi diri sendiri.
Ternyata marah dengan diri sendiri lebih melelahkan ya ketimbang marah dengan orang lain. Karena marah dengan diri sendiri sepaket dengan pikiran yang membawa mu kemana-mana. Kamu tidak bakal bisa lari darinya. Karena dia ada dibagian dirimu, bukan? Jahat benar dia, jahat!
Sudah lah muak dengan pertanyaan itu, juga dibarengi dengan perasaan bersalah. Karena pertanyaan itu benar! Karena kamu merasa statis! Karena titik mu tidak berpindah, begitu bukan, Gi? Karena secara tidak langsung kemuakan mu itu membenarkan perasaan mu. Kamu benci karena realita itu benar terjadi dengan dirimu selama ini.
Coba bayangkan tidak ada kalimat, "Jika saja kali itu aku..." kalimat peradai-andaian yang ku buat-buat selama ini alih-alih menguatkan diri sendiri, justru malah menimbulkan kerusakan yang makin parah. Kalimat-kalimat self-destructive macam itu yang sesadar-sadarnya ku akui jahat, tapi masih tetap dipikirkan.
Ada di satu titik yang mungkin dapat mengubah pola pikir ini, mungkin aku harus terguncang dulu. Harus kuat terguncang, supaya tangan ini terlatih kekuatannya untuk berpegangan dengan hal yang lebih kokoh, bukan berpegangan dengan yang lemah. Kali ini aku akui, "tiang" ku tidak sedang kuat.
Sedang gampang rapuh.


No comments:
Post a Comment