Pernah nggak ngerasa kalau kamu ada didalam masalah dan bingung harus diceritakan kemana, atau dengan siapa, atau bagaimana cara menceritakannya?
Atau kamu adalah tipe orang yang mengurung niat itu semua dan menyimpannya sendiri? Rupanya, kamu nggak sendiri. Karena aku juga.
Aku tipe orang yang kalo masalah itu sudah dititik udah males banget untuk diceritakan entah karena bingung gimana mau nyeritainnya, atau dengan siapa kamu bercerita masalah itu. Nggak semua orang mau mendengarnya lho. Karena begini, seberat apapun masalah mu, kalau kamu salah cerita ke orang atau temen mu, sebagian ada yang langsung menanggapi, sebagian tidak peduli, dan mungkin sebagian malah membuat mu merasa 'masalah ini kayaknya ga ada apa-apa nya deh kalau ku ceritakan ke dia, karena dia aja sering merasa paling punya masalah lebih besar daripada aku'; mengkerdilkan masalah mu, karena dia punya masalah yang lebih besar dari pada dirimu. Jadi gimana?
Aku ya diam aja, aku memilih jalan ninja ku untuk menulis di diary (aku masih nulis diary di jaman ini, dan di umur 23 tahun ini). Nggak memungkiri, aku juga cerita kebagian terkecil circle pertemanan ku, khususnya ya sahabat-sahabat ku yang udah tau banget seluk beluk masalah ku, itupun nggak semua. Sebuah cerita selalu menyimpan dua sisi cerita yang berbeda, iya kan?
Aku sendiri, kalau ada diposisi punya teman yang tertutup akan memaklumi, aku nggak bakal memaksa dia untuk cerita ke aku sampai Ia benar-benar merasa nyaman dan yakin mempercayakan ceritanya ke aku. Sisanya, kalau itu betulan cerita dia apa cuma mengada-ngada, aku nggak menanggapi, karena ya itu balik lagi, selalu ada dua sisi cerita yang berbeda. Aku ngga pernah sengaja terang-terangan memberikan 100% kebenaran atas apa yang teman aku ceritain, maksudnya aku nggak pernah seyakin itu sama ceritanya, karena pasti yang mereka ceritakan adalah hal-hal yang menurut mereka benar. Kan sisanya kita nggak tau dari sudut pandang lain, makanya aku ngga pernah sengaja memberi makan ego teman-teman ku untuk memberi kesan bahwa mereka bener banget.
Jadi, bukan karena aku nggak mempercayai teman-teman ku untuk jadi tempat cerita, hanya saja, kok, di jaman ini, orang susah sekali menunjukan empati nya bukan hanya menanggapi dengan perasaan seolah-olah dia adalah orang yang pernah di posisi kita dan rasa sakitnya lebih banyak ketimbang kita. Itu sih yang bikin aku males banget cerita.
"I told you, gue udah pernah ada di posisi itu sebelumnya, malahan waktu itu gue bener-bener nekat ada pikiran untuk nyakitin diri gue sendiri loh, se parah itu Nggi, sampe-sampe gue males makan, males keluar kamar, duh berat badan gue turun drastis lah. Lo belom sampe tahap itu kan? Udah lah bersyukur aja, lo masih ada waktu untuk healing, masalah lo ngga seberat gue dulu."
Coba, gimana perasaan mu waktu mendengar masalah mu yang cukup membuat mu nge-down dan ditambah mendengar kalimat itu?
Jaman sekarang, untuk merasa empati dan nggak menaggapi sesuatu itu sudah susah. Banyak yang terjebak dalam ego nya sendiri. Merasa paling sedih, merasa paling menderita, merasa paling miskin, merasa paling punya banyak masalah, merasa paling bisa, merasa sudah pernah melalui, merasa paling tau, merasa harus paling dikasihani, dan perasaan paling-paling lainnya.
Sejatinya, untuk menanggapi itu ternyata memang lebih baik diam, memilih pilihan lain untuk melampiaskan masalah mu, dan fokus dengan hidup mu yang lebih baik. Karena yakin aja, masalah itu nggak harus diceritain kok, tapi diselesaiin. Pasti ada caranya.
Selamat berjuang :)


No comments:
Post a Comment