Tuesday, April 04, 2017

# fiksi # horror

Jam 00:55 Malam

etsy.com



Saya Riana. Mahasiswi baru salah satu perguruan tinggi negeri di Depok. Hari ini saya pertama kali mencari-cari lokasi kosan yang cocok bagi kantong saya dan juga jarak ke kampus. Saya ditemani oleh kakak laki-laki saya yang saat ini sedang berbicara dengan seorang Ibu paruh baya yang mengenakan daster dan sendal jepit di depan pagar hitam bergaya minimalis itu. Saya sendiri saat ini sedang menunggu di dekat mobil sambil melihat-lihat sekeliling. Sebenarnya dari pagi tadi kami sudah memulai mencari kosan yang tepat. Kosan pertama yang kami datangi pagi tadi cukup enak, selain lebih dekat dari kampus juga banyak warung-warung yang berjualan dekat situ. Namun, sangat disayangkan, harga kosan perbulannya termasuk mahal (bagi saya). Kosan kedua, tempatnya memang sedikit agak jauh dari kampus namun harga sewa yang murah tidak serta merta membuat saya setuju, karena saya tidak suka dengan kondisi kosannya, alias jorok. Dan yang ini adalah kosan ketiga yang kami datangi, saya sudah lelah dan memutuskan untuk menunggu didalam mobil saja, sedangkan kakak saya yang menanyakan ke pemilik kos. Beberapa menit kemudian, kakak saya menghampiri saya.
"Ri, gimana sama kosan yang ini? Harga sewanya 850 ribu perbulan. Udah ada wifi, kamar mandi dalem, sama laundry. Kamu mau nggak?" kata Kakak saya.
"Lumayan oke juga sih, liat ke dalem boleh nggak?"
"Yuk! Sekalian ngobrol-ngobrol sama Bu Ina, penjaga kosannya." lalu saya mengikuti langkah kaki kakak saya menuju kedalam kosan diiringi dengan Bu Ina, yang tadi disebut-sebut sebagai penjaga kosan ini.

Singkat cerita, saya setuju. Selain tidak terlalu mahal, dan jarak ke kampus tidak terlalu jauh, serta kosannya bersih dan terlihat sejuk, akhirnya saya menyetujuinya. Mulai minggu depan saya bisa langsung pindah kesini.

----------------------------------------SEMINGGU KEMUDIAN-------------------------------------------------
"Mbak, ini airnya nyala 24 jam kok, tenang aja. Jadi jangan kuatir takut keabisan air." Saya mengangguk.
"Ini kantong khusus baju kotornya mbak. Kalau sudah penuh bisa taruh di bawah, nanti saya cucikan." Saya mengangguk lagi.
"Oh iya, disini juga bisa mbak delivery makanan, kantinnya nggak jauh dari sini. Nanti saya kasih menu nya, bisa di telpon langsung diantar pesanannya. Uenak-enak mbak makanannya." Saya makin mengangguk cepat. Wah... batin saya, sepertinya saya tidak salah pilih kosan nih.
"Yaudah gitu aja, mbak. Ada yang mau ditanyakan lagi?"
"Ngg.. wifinya lancar kan, Bu?"
"wuah, lancar jaya mbak. Cuepet pol! nanti ta' berikan passwordnya. Saya lupa, saya simpannya di handphone. Ta' carikan dulu ya sebentar." logat Jawa Bu Ina yang begitu kental dan nadanya yang ramah menambah kesenangan saya karena telah memilih kosan ini. Sambil menunggu Bu Ina turun ke lantai satu, saya membereskan beberapa barang-barang saya.
Kosan ini sejuk karena memiliki halaman depan yang cukup luas, beberapa tanaman hias yang cantik mengisi halaman depannya. Sebatang pohon ceri juga ikut mempercantik bangunan berlantai dua cat biru muda ini. Jalanan depan kosan ini juga tidak terlalu ramai, tidak banyak orang berlalu lalang menggunakan kendaraan, biasanya terlihat mahasiswa berjalan kaki saja. Tenang sekali suasana disini. Cocok dengan seorang introvert yang tidak suka kebisingan seperti saya. Sekitar bangunan kosan ini juga terdapat rumah-rumah warga dan ada juga kosan-kosan yang disewakan.
Kamar saya terletak persis di bagian depan bangunan kosan ini, jadi sangat strategis apabila melihat kejalanan atau kedepan kosan. Jendela kamar saya pun langsung berhadapan dengan bagian luar bangunan, sehingga apabila dibuka, angin sejuk dari luar langsung terasa masuk kedalam kamar.
Thanks to Galih, my big brother yang udah menyarankan memilih kosan ini, batin saya.
Setelah separuh barang-barang saya rapihkan, saya beristirahat sambil memutar lagu di Spotify.

HONNE - I Can Give You Heaven now playing.

Karena alunan suara musiknya yang mengayun-ayun seperti merasa ditimang, saya terlelap tidur.
Namun, setelahnya saya seperti melihat seorang perempuan mengenakan baju hitam panjang mengetuk-ngetuk pintu rumah. Dia menunggu lama didepan pintu rumah tersebut, dan tidak ada satupun orang didalam rumah itu membukakannya. Lalu untuk ke sekian kalinya dia mengetuknya kembali, masih sama, tidak ada yang membukakan pintu tersebut. Sampai akhirnya perempuan itu berbalik badan. Dan apa yang saya lihat? Wajahnya hancur seperti terbakar, sebagian bajunya ternyata ada yang robek karena ganasnya api. Mungkin warna bajunya hitam karena gosong terbakar. Dan saya langsung terperanjat kaget.

Hanya mimpi.
Syukurlah.....

Saya langsung menengok jam di layar HP. Pukul 13:45. Masih siang gini, pikir saya. Kenapa sudah mimpi yang aneh-aneh? Mungkin karena tadi saya lupa membaca doa sebelum tidur. Itu saja. Saya tidak mau berpikiran yang aneh-aneh dulu sementara waktu ini. Karena toh akan merusak mood saya yang baru saja pindah ke tempat ini.

------------------------------------------------Malamnya pukul 22:30----------------------------------------------
"Halo, Mas Galih. Mama ada nggak?"
"Ada. Tapi udah tidur. Kenapa?"
"Oh...pantesan tadi aku telepon nggak diangkat-angkat."
"Iya, lagian kamu nelponnya kemaleman. Kenapa memang, dek? Enak nggak disana?"
"Enak mas, sejuk, kalo malem udaranya dingin, gak usah pake AC aja udah kerasa. Udah gitu Bu Ina nya baik bgt lagi. Oh iya, tadi aku jg sempet kenalan sama anak sebelah. Ternyata Se Fakultas sama aku, cuma bedanya dia anak Sastra Belanda, semester akhir. Jadi ini baru aja kelar ngobrol-ngobrol di kamarnya."
"Hm... bagus deh kalo gitu. Sebelum tidur baca doa ya. Jangan lupa!"
"Iya mas. Tadi siang aja aku ketiduran lupa baca doa, mimpinya udah aneh-aneh."
"Mimpi apa?"
"Ya gitu deh. Nanti aja kalo ketemu aku ceritain."
"Yaudah kamu tidur. Besok ada kegiatan kan?"
"Iya mas, tapi aku belum ngantuk. Mas tau sendiri kan aku baru bisa tidur diatas jam 12 malem."
"Ini pasti gara-gara pola tidur kamu deh. Keseringan movie marathon juga kan selama dirumah?"
"Hehehe iya kayaknya."
"Gak baik dek, nanti kalo kuliah pagi susah bangunnya. Jauh-jauhin dari gadget, biar nyenyak."
"Iya mas Galih..."
"Yaudah aku tutup ya, aku udah ngantuk. Kamu kalo ada apa-apa langsung hubungin aku atau mama atau ayah ya?"
"Sip! Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.."

-------------------------------------------------Pukul 00:55----------------------------------------------------------
Aduh... lagi-lagi jam segini mata ini tidak bisa terpejam. Padahal besok harus bangun pagi untuk mengikuti kegiatan orientasi mahasiswa baru. Padahal sudah lama handphone saya airplane mode, dan lampu penerangan saya matikan, dan diganti dengan lampu yang lebih redup. Namun sedetik kemudian terdengar suara kaki berjalan menyeret.

Sreeeek...sreeekkkk.....sreeeeek.....

Sepertinya orang berjalan semalam ini hampir tidak mungkin deh. Selain penerangan jalan yang sangat redup, ditambah ini tengah malam. Siapa yang mau jalan kaki tengah malam begini? Saya merinding... tetapi masih penasaran siapa yang berjalan kaki? Karena rasa penasaran saya yang lebih besar dari rasa takut, saya memberanikan diri untuk menengok ke jendela kamar saya yang bisa melihat langsung keluar.
Benar saja, ternyata memang ada orang yang berjalan dan masuk menuju depan rumah yang berhadapan langsung dengan kosan saya ini. Saya tidak bisa melihat dengan jelas dia laki-laki atau perempuan. Dan rumah itu begitu gelap. Bukan gelap sih, lebih ke remang-remang. Mungkin dia pemilik rumah yang baru sampai dan lupa menyalakan lampu depan. Saya tidak mempedulikan hal itu dan lebih memilih tidur.
Setidaknya mencoba tidur.

-------------------------------------------------Esok Harinya---------------------------------------------------------
Jam tujuh malam saya baru sampai kosan, setelah hari ini pertama kalinya saya mengikuti orientasi kampus yang begitu melelahkan. Bukan orientasinya sih, saat orientasi itu saya hanya duduk dan mendengar sambutan-sambutan dari petinggi perguruan tinggi ini. Hanya saja, mobilisasi saya yang cukup jauh, ditambah tidak boleh menggunakan kendaraan pribadi yang mengharuskan saya berdesak-desakan dengan puluhan mahasiswa baru lain di Bis Kampus. Semoga tiga hari ini cepat berakhir, gumam saya dalam hati.
"Eh, Mbak Riana. Baru sampe?" sapaan ceria dari Bu Ina membuyarkan lamunan saya tentang kegiatan hari ini.
"Eh, Si Ibu. Iya nih Bu, baru banget sampe. Capek banget, seharian di kampus." balas saya sambil merapihkan letak sepatu sneakers di tempatnya.
"Eh yaudah kalo gitu istirahat gih. Kalau belom makan, delivery aja ke kantin, Mbak. Biar nggak capek."
"Makasih, Bu. Tapi aku udah makan kok tadi. Aku ke atas dulu ya, Bu. Mari..."

Sesampainya di kamar kosan saya, dan saya mulai bersih-bersih badan dan membersihan tempat tidur. Saya teringat oleh salah satu episode serial TV superheroes The Flash yang saya sukai sudah tayang di website streaming langganan saya. Maka saya tergoda, untuk yang ke sekian kalinya untuk kembali menonton film hingga larut malam.
Tanpa sadar, 3 episode serial TV tersebut saya selesaikan malam itu juga. Kemudian, suara itu terdengar lagi.
sreeeek.....sreeeeeek...... sreeeeek....

Sial! pikir saya, kenapa sih dia harus menyeret kakinya untuk berjalan? Bikin merinding saja, tau nggak? Kali ini saya tidak ingin menengoknya. Cukup tahu, bahwa penghuni depan rumah ini memang seringnya pulang kerja larut malam, mungkin. Dan dia kelelahan berjalan hingga harus terdengar suara langkah kaki diseretnya itu, asumsi saya sementara sih. Besok akan saya konfirmasi ke Bu Ina.
Kemudian saya mengecek HP yang jamnya menunjukan pukul 00:55. Saya harus menyeting alarm untuk bangun lebih awal besok, agar tidak berdesak-desakan di Bis Kampus.

------------------------------------------------------Hari ke 2 Orientasi---------------------------------------------
Pagi ini lumayan lebih sejuk dari hari kemarin. Prediksi saya sih, bakalan hujan besar di Depok ini. Untung di tas saya selalu siap sedia payung dan sendal jepit. Kemudian saya berangkat, dan memberanikan diri menengok kearah rumah bercat hijau tua yang penghuninya sering pulang malam itu. Dan seketika bulu kuduk saya berdiri. Entah mengapa, rumah tersebut seperti tidak layak ditempati. Selain gelap, dan juga... kotor. Halaman depan rumahnya terdapat beberapa ilalang liar yang dibiarkan tumbuh disembarang tempat. Saya makin ragu, apakah benar yang saya lihat kemarin itu orang?
Ah, mungkin saja dia terlalu sibuk dengan perkerjaannya dan tidak sempat membersihkan rumahnya. Makanya banyak tanaman liar tumbuh di pekarangan depan rumahnya. Mungkin?

Sore harinya, benar saja. Aula utama Universitas ini seketika menjadi tempat berteduh siapapun yang ada di luar. Karena tiba-tiba saja hujan turun dengan lebatnya, diikuti oleh suara sambaran petir, dan angin kencang yang menampar-nampar permukaan atap genteng bangunan besar ini.
"Ri, lo balik ke kosan naik apa?" tanya salah seorang teman sejurusan ku yang baru kemarin berkenalan.
"Paling Bis Kampus sih, Na. Emang mau naik apa lagi? Ojek?" Nana menggeleng.
"Ya enggak lah, keujanan yang ada nanti. Eh gimana kalo nebeng abang gue aja?"
"Abang lo naik apa?"
"Mobil. Mau nggak?" aku diam sejenak untuk berpikir. Boleh juga sih, daripada saya harus menunggu hujan yang tidak tentu akan berhenti jam berapa. Akhirnya setelah percakapan singkat antara Nana dengan Abangnya di telepon, kami berjalan sedikit keluar untuk dijemput. Setelah kami semua sama-sama masuk mobil dan bercakap-cakap sedikit tentang cerita bagaimana masuk universitas ini, tidak terasa ternyata mobil ini sudah masuk kedalam gang kosan saya.
"Yang mana kosan lo, Ri?"
"itu depan sedikit, Bang." kata saya sambil menunjuk bangunan dikanan jalan bercat biru muda.
"lo... ngekos disini?" kata Bang Beni dengan sedikit ragu di nada bicaranya.
"Iya, emang kenapa, Bang?"
"Ah, engga. Enak bgt kosannya, adem bener kayaknya."
"Iya lah, mana murah lagi. Yaudah kalo gitu. Makasih banyak ya, BangBen, Nana. Sampe ketemu besok lagi. Daaah!" kata saya sambil keluar dari mobil dan melambai kearah mereka. Saya berlari-lari kecil hingga ke depan pintu pagar sampai suara KREEEK---karatan besi tua pagar saling bersentuhan.

Seperti biasa, Bu Ina terlihat sedang duduk didepan TV sibuk menyetrika baju-baju penghuni kosan ini. Sekedar menyapa sebentar dan ijin ke kamar.

Jam dinding menunjukan pukul 7 malam. Ah, saya bisa lebih lama bersantai-santai dulu baru kemudian mandi. Hari ini tidak sebanyak kemarin rangkaian acaranya. Dan besok hanya tinggal program pengenalan fakultas. Masih mengenakan baju putih dan celana bahan berwarna hitam, saya merebahkan badan diatas kasur yang empuk ini dan kemudian terlelap.

Tiba-tiba bunyi alarm hape membangunkan saya. Tunggu ini kan pukul 00:55. Selama itu kah saya tertidur dari jam 7 tadi? Tetapi sepertinya saya tidak pernah merasa menyeting alarm handphone semalam ini. Sesaat kemudian, suara seretan kaki itu terdengar lagi. Tetapi kali ini terdengar lebih keras daripada biasanya.
SSSREEEEEEKK......SSREEEEEEEKK.....SSSREEEEEKKK....

Sial! bulu kuduk saya merinding. Ingin sekali saya menengok ke jendela lagi untuk memastikan. Kali ini perempuan berbaju hitam itu lagi-lagi menuju rumah depan kosan. Dan apa yang dilakukan selanjutnya justru membuat saya makin merinding. Dia mengetuk-ngetuk pintu rumah tersebut. Sungguh, saya sendiri merasa sangat takut kali ini. Karena yang saya lihat kali ini seperti di mimpi waktu itu. Eh.. apakah ini juga mimpi? Saya langsung mengambil inisiatif mencubit lengan kanan saya. AW! tapi sakit. Ini sungguhan. Ini bukan mimpi seperti siang hari itu. Tetapi saya terpikir untuk mengetuk kamar Kak Alisa. Kamar sebelah saya.

Dok.. dok.. dok.. dok... 

"Kak Alisa, masih bangun ngga?"
Tidak ada jawaban..
"Kak, please. Ijinin aku masuk dong, aku takut nih..."
Masih tidak ada balasan. Akhirnya saya mengetuk pintunya lagi.

Kemudian di ketukan ke tiga barulah terdengar suara gumaman tidak jelas dari dalam, saya pikir mungkin itu jawaban dari Kak Alisa yang tidurnya saya ganggu.
Krek...
"Loh? kenapa, Ri?" katanya sambil mengusap-ngusap matanya yang terpicing karena silau.
"Please, please ijinin aku masuk kamar kakak dulu." kata saya sambil gemetar.

Akhirnya, saya menceritakan hal-hal aneh yang saya rasakan dari awal saya menempati kosan ini kepada Kak Alisa. Dan cerita Kak Alisa membuat saya makin terkejut nyaris tidak percaya.

"Ri, dulu memang rumah depan kosan kita ditempati Bu Ina. Dua tahun lalu ada kejadian kebakaran di dapur karena gas elpiji yang meledak. Bagian dapurnya ancur, begitu pun juga dengan wajah pembantu Bu Ina yang saat itu sedang masak." Saya masih sulit untuk mencerna satu persatu kalimat Kak Alisa. Dan mengkaitkan satu persatu dengan kejadian yang saya alami.
"Saat itu kondisinya ngga ada orang sama sekali kecuali pembantu Bu Ina dirumah. Rumah itu juga sekaligus jadi kantin Bu Ina jualan makanan buat anak-anak kosan sekitar sini. Dan apa yang terjadi setelahnya kamu pasti bisa tebak?" saya lebih memilih terdiam menunggu cerita selanjutnya dari kak Alisa ketimbang menebak-nebak.
"Mbak Lami, sorry, maksudnya Almarhumah Mbak Lami meninggal ditempat karena kejadian kebakaran itu. Sampai sekarang setiap jam 00:55 malem dia memang sering dateng ke rumah depan itu, Ri. Karena Bu Ina nggak kuat diganggu mulu, akhirnya dia pindah dan jual rumah itu. Tapi lihat sekarang kondisinya, makin nggak keurus karena banyak orang sekitar sini yang tahu ceritanya."
"Actually, aku sendiri bisa 'melihat' hal-hal seperti itu, sih. Dan beberapa kali aku ngelihat kamu ngobrol sendiri diruang tengah bawah. Dan begitu aku tengok, ternyata bener--"
"Bener apa, Kak?
"Mbak Lami lagi ngajak kamu ngobrol."
"HAAAAAH?!"
"Kamu inget nggak, yang kamu pulang malem kemaren? Sebelum kamu naik, aku kebetulan lagi keluar mau ambil handuk yang dijemur. Eh yaudah aku tengok kebawah. Kamu lagi ngobrol sama 'dia'. Dia nyapa kamu dan nyuruh kamu langsung istrirahat kekamar. Yakan?"
"T..ta...tapi kan, aku ngobrolnya sama Bu Ina?" Sekarang juga rasanya tubuh saya membeku setelah mendengar penjelasan dari Kak Alisa.
"Ri, orang yang capek itu halusinasinya kuat. Saat kamu pulang orientasi kemaren kan udah pasti capek, nah yang kamu lihat itu Bu Ina. Tapi sebenarnya bukan."
"Jadi, selama ini.... soal mimpi aku siang-siang itu, terus setiap jam 00:55 malem aku denger suara orang jalan kakinya diseret itu... Mbak Lami?"
Kak Alisa mengangguk.
"Arwahnya mungkin nggak tenang, Ri. Padahal udah sering banget Bu Ina panggil orang pinter untuk usir dia."
"Tapi, kak Alisa dan anak-anak kosan disini masih betah sih tinggal disini?"
"Itu karena udah terbiasa, Ri. Dan anak baru kosan sini, yang sangat peka, ya baru kamu. Makanya kemarin-kemarin aku ngga berani cerita sama kamu. Bu Ina juga udah pesen sama anak-anak kosan lama, untuk nggak cerita hal itu ke anak kosan baru. Biar pada betah katanya. Dan sekarang kamu udah tahu sendiri, jadi yaudah aku ceritain aja sekalian."
"termasuk yang hari ini tadi, Ri." Saya makin tahu arah pembicaraan ini kemana.
"By the way, Bu Ina jarang ke kosan ini. Jadi siapapun yang kamu liat lagi nyetrika baju siang-siang itu, bukan dia."

--------------------------------------------SEBULAN KEMUDIAN---------------------------------------------
"Bu, makasih banyak ya kerjasamanya selama sebulan ini saya tinggal dikosan ibu." Akhirnya saya memutuskan untuk pindah kosan daripada setiap malam jam 00:55 saya diganggu oleh Almh. Mbak Lami.
"Kamu pindah karena udah tau ya, Ri?"

=========================================================================

 *DISCLAIMER*:
Semua nama dan tempat dicerita ini hanya fiktif belaka. Begitupun dengan cerita ini juga hanya fiktif belaka, imajinasi penulis. Jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat secara tidak sengaja. Mohon dimaklumi ya. Terimakasih.

1 comment: