Halo, duapuluh. Cukup telat
menulis tentang angka ajaib yang perlahan-lahan bergerak membawa perubahan yang
sangat berarti didalam hidup seorang penulis amatiran seperti aku. Di usia yang
beranjak kepala dua seorang manusia tentu sudah merasakan perubahan yang
signifikan didalam hidupnya. Di usia ku yang ke duapuluh ini, jujur saja. Cukup
memberi variasi rasa disetiap momennya. Fluktuasi perasaan yang kadang naik,
dan kadang terjun bebas.
Di usia ku yang ke duapuluh ini,
sakit hati, bahagia, penasaran, kecewa, semangat, dan semua rasa-rasa itu
seolah-olah kongkalikong untuk mencandai ku untuk keluar secara tidak
terduga-duga. Banyak hal baru yang harus sudah dipikirkan di usiaku yang ke
duapuluh ini. Karir. Dan berbagai buntut-buntut yang lain yang terkadang justru
menjadi candaan teman-teman ku, soal pasangan hidup, bahkan hingga keluarga
kecil ku nanti.
Anggaplah duapuluh ini adalah
sebuah jembatan. Jembatan penentuan kemana arah alur pikir kita kelak akan
menentukan kemana kita akan berjalan. Karena semakin kita jauh berjalan di
jalan yang tidak kita kehendaki, semakin sulit mencari arah putar balik. Duapuluh
adalah penentuan. Duapuluh adalah siapa dirimu kelak. Duapuluh adalah soal
apakah kamu ingin mengikuti arus atau diikuti arus. Semua terserah dengan
duapuluh mu, bukan?
Kalau aku? Cukuplah setiap harinya berada disekitar
orang-orang yang memaknai duapuluh ku ini dengan senang hati. Karena mereka
adalah pengisi duapuluh ku. Tanpa mereka duapuluh ku hanya lah jembatan tanpa
pegangan. Timpang.


No comments:
Post a Comment